Say Yeah to Motherhood!

Bagi penggemar tokoh Becky Bloomwood, si shopaholic akut, pasti mahfum banget kan dengan kisah di sekuel keempatnya, Shopaholic & Sister? Di situ, muncul tokoh Lulu, seorang sosok ibu empat anak yang sempurna, perfeksionis, tapi sok tau dan annoying.

 

*picture’s taken from here*

Gue yakin, siapa pun, including me, yang baca buku itu, ikut kesal dengan si Lulu. Gimana nggak? Dia hobi menguliahi Suze, Becky’s bestfriend, tentang segala hal yang berhubungan dengan motherhood. Padahal, di akhir cerita (eh ini spoiler gak sih?), ternyata si Lulu nggak sesempurna itu. Dia sering marah-marah ke empat orang anaknya, bahkan ke-gap lagi menyumpal mulut anak-anaknya dengan permen, soda, keripik kentang dan makanan-makanan yang sebelumnya dia bilang ke Suze sebagai makanan haram untuk anak-anak.

Terus terang, meski gemes dengan tokoh Lulu, once I became a mother, tanpa disadari, gue pelan-pelan berubah jadi seperti dia. Apalagi zaman sekarang kan informasi bisa didapat dimana-mana. Berbagai milis, forum, dan situs yang membahas masalah motherhood bisa diakses dengan mudah. Belum lagi berbagai seminar, buku-buku parenting dan segala hal yang berbau masalah itu.

Overwhelmed? Yes I am. Sampe kadang-kadang krisis identitas sendiri dan meragukan apakah yang gue lakukan kepada Nadira udah benar atau sesuai dengan standar ‘baik dan benar’ yang dibahas di milis, forum, seminar, situs dan buku parenting itu.

And I have to admit, for us, women, peer pressure is not easy to handle. Dari kecil, perempuan lebih mudah terprovokasi untuk ikut-ikutan dengan teman-temannya supaya bisa dianggap ‘sempurna’.  Laki-laki juga sih. Tapi biasanya peer pressure di antara kaum Adam akan berhenti dengan sendirinya kala mereka memasuki dunia nyata, yakni dunia kerja dan keluarga.

Perempuan? Never. Semasa kecil sampe puber mungkin peer pressure hanya berkaitan dengan tas, sepatu, dan nilai di sekolah. Tapi begitu dewasa, dan jadi ibu-ibu, peer pressure lebih kompleks lagi. Mulai dari benda-benda duniawi macam mobil, tas, sepatu atau baju sampai standar parenting dan kesehatan anak yang berubah-ubah tergantung penelitian. Contohnya:

• Anaklo ASIX atau nggak (“Susu sapi untuk anak sapi, susu manusia untuk manusia. Anaklo sufor? Ih berarti anak sapi tuh!”)
•  Kalo sufor merknya apa (“Hah SGM? Amit-amit deh, pelit amat sih lo sama anak sendiri! Pake NAN dong!”)
• Melahirkan caesar atau normal (“Kalo caesar, anak bakal durhaka karena lo gak ngeden dan gak ngerasa sakit!”)
• Punya Ergo atau nggak (“Idih masih pake jarik, kayak pembeti gue di rumah aja!”),
• Stroller merek apa (“Heh, strollerlo beli di Ambas ya, merek abal-abal gini? Gue dong Quinny Zapp”)
• Anaklo sudah bisa apa di umur berapa (“Anak gue udah bisa lari pas umur 10 bulan! Anaklo koq masih ngerangkak gitu?”)
• dst, dst, dst.

*picture’s taken from here*

Makanya, saat akun @MamaYeah (MY) nongol di twitter, gue langsung ngakak guling-guling sendiri. They’re like a slap on your face, don’t you think? Menurut gue sih, si MY ini adalah parodi dari tokoh ibu-ibu sok sempurna kayak Lulu yang hobinya menggencet sesama ibu-ibu lain. Kayak @FPIYeah itu lho. Yang diparodikan adalah FPI-nya, bukan korbannya.

Terus terang, gue juga ngerasa kesindir koq. Kenapa? Karena meski gue nggak hobi menggencet (bikin ngences sih iya, terutama ke Yudith Mak’e Basti :-D), tapi beberapa twit-nya si MY berasa nyindir banget diri gue yang sekarang. Gue yang terobsesi untuk jadi ibu yang sempurna sampe kadang stres sendiri, gue yang suka kadang-kadang tertekan oleh peer group gue para emak-emak di twitter, forum, dan milis, serta gue yang seringnya heboh sendiri pengen macem-macem buat anak but eventually doing nothing.

Intinya, gue seolah-olah kehilangan jati diri di tengah-tengah pusaran angin ribut bernama motherhood ini. I’m losing grip and later on, becoming an impostor and follower. Untungnya sih untuk hal-hal positif (yang juga diakui WHO dan IDI) kayak ASI dan makanan homemade. Belum segitu maksanya sampe harus beli Ergo, liburan ke luar negeri, beli iPad dan ke Miniapolis tiap wiken padahal duit di kantong cekak dan terpaksa menggadaikan barang atau malah ngutang.

MY slaps my face a little, but I love it. Why? Because I think I have a weird sense of humor 😉 Lagian, dari sudut pandang gue nih, MY ini kan parodi dari sosok ibu sempurna yang hobi menggencet ibu-ibu lain. Jadi kalo emak-emak lain pada nggak ngerasa pernah menggencet, atau justru malah tergencet karena tidak ‘sempurna’ sebagai ibu (kasih sufor, lahiran caesar, gak punya Ergo), ya jangan sewot dong. Apalagi pake report as spam. I believe that’s overreacting. Kudunya nih, yang tersungging gulang-guling ya si perfect-mother wannabe kayak Lulu and her likes. Iya gak sih?

Besides, we need an occasional slap on the face, just like MY does to me. Just as gentle reminder, you know.

So, just like my twit a couple of days ago, I once read this quote somewhere. Thank you MY for helping me doing it!

The most difficult thing to do is to laugh at yourself.

Oh and I just found this quote. Love it!

Never be afraid to laugh at yourself, after all, you could be missing out on the joke of the century.
—Dame Edna Everage

Btw, for the person (s) behind this MY account, I salute you. Sekarang jadi seleb nih yeeee….