Parno

Seperti yang pernah gue tulis dulu, gue kan pernah kena Covid sekeluarga ya. Dari bokap, nyokap, adik, suami, anak, sampe ponakan, total yang kena Covid kami bertujuh. Waktu itu, meski deg-degan pas mau tes PCR, tapi begitu positif ya pasrah aja. Apalagi alhamdulillah gejalanya ringan semua.

Tapi entah kenapa, sekarang gue jadi 1000% lebih parno sama Covid. Padahal udah pernah kena Covid. Plus udah vaksin Covid pula. Kalo hitung-hitungan awam kan, harusnya antibodi gue jauh lebih oke daripada yang belum pernah kena ya. Lho koq sekarang malah lebih parno?

Penyebabnya mungkin ini ya:

Continue reading

Pengalaman Divaksin Covid

Udah setahun di rumah aja, pake masker ke mana-mana, dan parno, melelahkan banget ya. Makanya saat vaksin mulai muncul, gue super excited. Berharap bisa dapet jatah juga gitu.

Tapi gue sadar diri, karena gue pernah kena Covid, gue baca-baca, penyintas gak perlu divaksin. Jadi yowis lah, pasrah.

Eh tau-tau ada penelitian lain yang bilang, penyintas Covid boleh divaksin asalkan sudah sembuh minimal 3 bulan sebelum divaksin. Trus, gue dapet jatah vaksin juga berdasarkan profesi. Wah ya ofkors gue gak mau menyia-nyiakan kesempatan dong ya. Langsung semangat 45 deh untuk disuntik vaksin.

Vaksinasi Covid ini dilakukan dua kali, dengan selang waktu antara suntikan 1 dan 2 itu sekitar 2 minggu kalo gak salah.

Trus gue ikut vaksinasi massal yang dilakukan di Gedung Basket Senayan. Jadi pake EO segala supaya alurnya rapi. Ceritanya gini ya:

Continue reading

Review: Cuci Hidung dengan Respimer dan Physiomer

November lalu, gue, suami, dan Nadira positif Covid-19. Ceritanya sendiri udah gue posting dalam 2 post ya, di sini dan di sini .

Nah di post kali ini, gue mau cerita pengalaman gue dengan yang namanya cuci hidung.

Jadi, saat ketauan positif tahun lalu, gue pun langsung cari tahu aneka treatment yang cocok untuk pengidap Covid. Makanan sehat dan bergizi, check. Istirahat cukup, check. Minum vitamin, check. Berjemur rutin, check. Minum suplemen, check.

Pokoknya semua yang disarankan teman-teman dan dokter, gue lakukan deh. Apalagi gue isolasi mandiri alias isoman kan. Jadi panduan dokternya ya cuma lewat telemedis doang.

Continue reading

My Covid-19 Experience (1)

*saat artikel ini di-publish, Insya Allah gue udah sembuh jadi bisa cerita ala-ala penyintas gitu. Sengaja ditulisnya saat masih sakit, sebagai catatan harian gitu.

Kenapa gak di-publish sekarang aja saat masih sakit? Karena suami gue tipe yang sangat tertutup. Dia bahkan gak kasi tau soal kami kena Covid ke siapa pun, kecuali keluarga inti (ibu dan adiknya), teman kantornya, dan Bu RT. Demi menghormati keputusannya, gue memilih untuk keep everything for now, dan baru publish saat sudah sembuh.*

Pengalaman gue dengan Covid cukup kaya. Gak berhubungan langsung sih, tapi karena gue membawahi desk/kompartemen kesehatan, ya tiap hari gue harus mengedit, menulis, dan membaca artikel/tulisan seputar Covid.

Makanya, gue cukup hapal luar kepala soal protokol kesehatan, asal muasal virus SARS-Cov-2, gejala Covid, dll dsb.

Plus suami gue orang yang sangat parnoan. Jadi, selama pandemi berlangsung sejak Maret 2020, kami akrab banget sama hand sanitizer, masker, dan disinfektan.

Selain itu, kami gak pernah jalan-jalan, staycation, liburan, etc. Gue full kerja dari rumah. Terakhir ke kantor bulan Juli, itupun cuma 1x untuk ikut tes serologi wajib dari kantor.

Nadira full belajar dari rumah. Suami masih ke kantor beberapa kali seminggu dengan protokol super ketat dan begitu sampe rumah, wajib mandi, semprot aneka disinfektan, dll dst.

Kami cuma keluar rumah untuk belanja di supermarket, naik sepeda (hikmah pandemi: Nadira bisa intens belajar sepeda dan sukses, yay!), anter Nadira les tari seminggu sekali (lengkap dengan masker, face shield, jaga jarak, dst), dan ke rumah adik/ipar gue.

Continue reading

Hamil di Tengah Pandemi

Baca judulnya pasti banyak yang nyangka gue hamil ya? Hahahaha.

Tenaang gue belum hamil (lagi) koq. Gue cuma mau nulis aja hasil pengamatan gue tentang orang-orang di sekeliling gue, plus berbagai berita di media.

Selama pandemi Covid-19 gini kan kita semua terpaksa harus lebih banyak tinggal di rumah ya. Yang tadinya sibuk kerja pake lembur di kantor, jadi kerja di rumah. Yang tadinya banyak tugas ke luar kota/negeri, jadi diam terus di rumah.

Alhasil, pasangan yang dulu mungkin hanya ketemu kurang dari 12 jam per hari, jadi ketemu melulu deh tiap hari. Ada yang ujung-ujungnya berantem, bahkan sampai bercerai. Di berbagai daerah angka perceraian naik drastis lho selama Covid. Di Kabupaten Bandung aja yang mau cerai sampe antre di pengadilan.

Tapi banyak juga yang sebaliknya. Makin sering ketemu, makin lengket dan hasilnya… Hamil deh! 😀

Continue reading