Follow Up

Gara-gara kasus keponakan gue kemarin, gue pun mencoba follow up dengan menghubungi Bu Elly Risman. Bukan untuk konsultasi sih, tapi untuk wawancara karena gue menulis artikel soal bahaya pornografi pada anak. (Begitu terbit, gue upload di sindang deh ye).

Kebetulan gue dapet kesempatan bareng seorang wartawan komunitas Kelapa Gading. Karena Bu Elly buru-buru, akhirnya kita digabung jadi satu. Keuntungannya, gue bisa dapet ilmu baru dari jawaban-jawaban Bu Elly ke Mbak wartawan Kelapa Gading. Kekurangannya, gue nggak bisa fokus nanya ke soal ponakan gue karena Bu Elly memilih untuk menjabarkannya secara lebih umum.

Intinya sih cuma dua. Pertama, sebagai ortu, kita harus update dan nggak boleh bego supaya nggak bisa dibegoin anak sendiri (esp dalam hal gadget ya). Kedua, perbuatan teladan itu lebih berharga dari jutaan kata-kata. Artinya, anak itu nggak mempan disuruh A, B, C kalo ortunya sendiri nggak mencontohkan atau justru melakukan sebaliknya.

Dalam obrolan kemarin, Bu Elly kasih beberapa contoh ekstrem kasus-kasus yang ia tangani.

Exhibit A:

Kasus anak SD dan TK yang having sex di bawah panggung kenduri di sebuah daerah di Palembang. Oke, pas denger, gue sontak pengen menjerit “are you kidding me???” Gilole, gue pas zaman TK dan SD mana kepikiran anuan. Yang kepikiran mah main, main dan main.

Oh ya Bu Elly nawarin videonya yang ada di pusat datanya, just in case gue gak percaya. Ih amit-amit, ogaaahhh.. Daripada gue nightmare, gue mah pilih percaya aja buuu..

Exhibit B:

Yayasan Kita dan Buah Hati pernah kedatangan seorang guru SMP yang membawa BB seorang siswi. Di situ ada foto Miss V yang lecet-lecet. Rupanya itu adalah Miss V-nya pemilik BB yang menjalin asmara dengan siswi lain yang ada di satu sekolah dan sama-sama duduk di bangku kelas 2 SMP. Yep, they’re lesbians sodara-sodara.

Ortu kedua anak itupun dipanggil. Ortu siswi X bilang akan memindahkan anaknya ke sekolah lain di luar kota. Si anak bilang “Mau ke ujung dunia manapun, Papa dan Mama nggak akan bisa menghalangi cintaku dan Y (pacarnya).”

Reaksi ortu Y, sedihnya, mirip reaksi ortu pelaku perkosaan pada keponakan gue. Bokapnya bilang begini “Ah urusan saya dan istri saya aja nggak selesai-selesai selama bertahun-tahun. Pantesan anak saya begini.” Yep, bokapnya cold as ice beneerr..

Speechless berat ya bok. Meski udah 2 kali ikutan seminar Bu Elly dan baca-baca hasilnya di berbagai blog, tetep sih reaksi gue melongo sambil istighfar dan bilang amit-amit-amit-amiiittt..

Oh ya, tentang Exhibit A, gue jadi inget pas bikin tulisan soal penari striptease. Gue dateng ke klub di Kalijodoh sana bareng fotografer gue buat nonton+wawancara penarinya.

And you know what, klub+rumah pelacuran di situ satu kompleks dengan rumah pengelola, yang mana juga ada anak-anaknya. Trus ya, pas show dimulai, itu bocah-bocah ikutan nonton aja gitu. Saat itu gue belum merit, tapi gue rasanya risih banget. Ih serem dan gila bangeettt…

Trus 5 tahun lalu gue juga pernah dapet kiriman video di hape tentang kelompok organ tunggal di sebuah kampung di Jawa/Sumatra. Astagaaa.. Itu isinya nggak cuma nyanyi+goyang dangdut+saweran. Tapi ya goyang yang nyaris striptease, trus nyodorin auratnya ke penonton. Oh ya, di antara penonton itu banyak terdapat anak-anak keciiil plus ibu-ibu juga.

Damn sh*t abis! Ditambah perkembangan teknologi zaman sekarang yang bisa nyebarin video porno dalam tempo 2 jam ke jutaan users di ribuan kabupaten, tambah rusak aja deh bocah-bocah itu 😦

Tak heran jika belakangan ini, banyak sekali kasus anak yang diperkosa atau dicabuli oleh anak di bawah umur. Kini, anak-anak tak lagi menjadi korban pelecehan seksual. Namun mereka juga menjadi pelaku akibat kecanduan pornografi.

Untuk hal yang ini, menurut Bu Elly, kita harus menerapkan konsep “It takes a village to raise a child.” Artinya, kita nggak boleh main salah-salahan jika anak kita jadi korban. Justru kita harusnya sih membantu ortu yang anaknya jadi pelaku. Istilahnya, yang waras ngalah.

Deziiggg… Gue yakin, 90% emak-emak dan bapak-bapak yang baca kasus keponakan gue pasti pada marah-marah. Gila apa yaaa.. Anak kita yang jadi korban, kita yang diteror, lah koq kita malah diminta buat merangkul ortu pelaku dan membujuknya supaya si pelaku bisa mendapatkan terapi di beberapa institusi psikiatri? (FYI, kata Bu Elly, yang kayak begini udah rusak otaknya, gak bisa ditangani psikolog lagi).

Ih aselik, akika sutriisss.. Emang sih, yang diomongin Bu Elly itu ada benarnya. Kita kan membentuk karakter bangsa di sini. Jadi kita harus mau menolong anak-anak lain. Tapi ya, ngomong emang lebih gampang sih. Dan gue mah rasa-rasanya pengen main hakim sendiri aja *jangan ditiru ya, hehehe :P*

Trus, Bu Elly juga membahas soal gadget. Menurutnya, orang tua harus memiliki prinsip dalam mengizinkan anak untuk menonton TV, mengakses internet dan memiliki gadget. Dari survei yang dilakukan Yayasan Kita dan Buah Hati, dia menemukan bahwa 80 persen gadget sampai ke tangan anak tanpa alasan logis. Semata-mata hanya karena orang tua yang ingin membelikan anak-anaknya.

“Padahal untuk memberikan anak gadget dan izin untuk menonton TV serta akses internet, kita harus memiliki alasan, persyaratan, kesepakatan, pelaksanaan dan evaluasi. Kita juga tidak bisa hanya melarang anak untuk nonton atau melihat pornografi. Kita harus duduk bersama mereka dan mencontohkan apa yang harus mereka lakukan. Ingat pepatah ‘Guru kencing berdiri, murid kencing berlari’? Perbuatan teladan itu lebih berharga daripada jutaan kata-kata,” jelas Elly.

Ih jleb banget ya. Meski belum pernah beliin Nadira gadget, tapi tetep berasa sih gue suka kasih barang tanpa alasan logis samsek. Hiksss.. Siapa hayo yang beliin anak-anaknya gadget cuma karena pengen atau ikut-ikutan sodara/teman yang lain?

Nah buat peran sekolah, Bu Elly menekankan, guru harus bekerjasama erat dengan orang tua. Namun, tetap aja, yang ia tuntut adalah orang tua, karena anak-anak adalah tanggung jawab ortunya masing-masing. Dunia maupun akhirat.

“Sekolah tidak sepenuhnya bersalah karena dari rumah, banyak anak yang tidak diberikan contoh baik oleh orang tuanya,” tuturnya.

Yang pasti, guru harus update dengan perkembangan teknologi, sehingga ia paham akan apa yang menjadi tren di tengah para muridnya. Kemudian guru sekolah harus bekerjasama dengan para orang tua. Pasalnya, guru pertama anak adalah orang tuanya sendiri.

Segitu aja dulu ya. Lengkapnya bakal gue upload next time 🙂

Oh ya ini ada pointer yang menurut gue, penting sih. Silakan disimak 🙂

Sebelum memberikan gadget kepada anak, pertimbangkan aspek ini:

  1. Alasan. Apakah ia benar-benar membutuhkannya, atau sekadar ikut-ikutan
  2. Persyaratan. Beri ia persyaratan, misalnya gadget hanya boleh digunakan 1 jam per hari.
  3. Kesepakatan. Misalnya, beri anak masa percobaan selama 1 pekan. Jika ia melanggar persyaratan, gadget akan ditarik kembali.
  4. Pelaksanaan. Awasi bagaimana pelaksanaannya.
  5. Evaluasi. Lakukan evaluasi, apakah pelaksanaan sesuai dengan kesepakatan yang dibuat.

Anjuran menonton TV menurut Graham Harding:

0-3 tahun:  Tidak boleh
3-5 tahun : 30 menit/hari
7 tahun ke atas: 2 jam/hari

61 thoughts on “Follow Up

  1. Ayoklah join di #tetralogy nya supermoms, belajar bareng kita..
    Duh ra, klo baca anak kecil2 ngerti “nganuh” aku mesti mual!

  2. Mba, saya ga sama sekali bisa membayangkan gimana caranya merangkul orang yang udah menghancurkan kehidupan seseorang yang saya sayang, seperti si R pada N, dan keluarga gilanya 😦 damn.. bisa selegowo itu mungkin minimal cuma sahabat nabi 😦

    memang pada akhirnya, pola asuh adalah kunci dari segalanya… mungkin cuma 10% psikopat yang ga mengalami sakit hati atau trauma masa kecil,, rata2 awalnya dari keluarga, dan diperparah dengan lingkungan yang ga membantu…

    saya belum punya anak memang, tapi punya adik SD kelas 6, cowo, yang sehabis sunat pernah kepergok pegang2 penis tapi belum mengerti apa yang terjadi pada tubuhnya dan kenapa sensasi itu dirasakan. Pada akhirnya, sex education penting dikasih sejak dini, dan jangan sampai anak merasa kesepian atau sendirian ga ada yang memperhatikan dan akhirnya cari “kesibukan” sendiri.

    Makin ngeri beneran deh… semoga semua orang tua sadar tugasnya makin berat… ga cuma orang tua sih, semua yang lebih waras kayanya…

    • Samaaaaa… *mewek*

      Makanya gue bengong bok pas kemarin Bu Elly kasih saran itu. Itu mah manusia dengan hati malaikat kayaknya yang bisa begitu 😦

      semoga semua orang tua sadar tugasnya makin berat… ga cuma orang tua sih, semua yang lebih waras kayanya…

      Setuju!

  3. Dear mba ira, boleh minta contact emailnya ke email saya? Sy mau sharing mengenai hal yg mgkn bisa sedikit membantu soal keponakannya. Terima kasih

  4. It takes a village to raise a child… suka banget quote ini…

    Sebenernya… aq pengen banget lho tau caranya gimana jika anak kita mulai berprilaku di luar normal… kita sebagai orangtuanya harus bersikap gimana biar ga keterusan… dan jika ada anak yang seperti itu ke anak kita… kita harus gimana… sebenernya berperilaku di luar normal itu kan dimulai dari hal yang kecil-kecil juga truss jadi kebiasaan… misalnya memukul anak lain, merebut mainan, ato ga mengejek anak lain… itu kan hal-hal kecil yang sebenernya kalo dibiarin bisa makin lama makin besar…

  5. hufftt dr kmrn2 baca blog mb ira ini smbl merengut krn sumpek bacanya 😦
    blm pny anak,tp sedang hamil jdnya udh bayangin gmn2 nantinya,,

    soal gadget,,emg ya kdg kasih sayang ortu itu boleh lebih tp ga boleh dtunjukin lebihnya itu,,jd ngasi anak gadget krn sayang sm anak boleh ttp juga harus diikuti peraturan

    dulu sy smpt kesel sm papa krn slalu membatasi nonton tv,,SMA aja nonton tv di atas jam 9 msh dtemeni -.-
    boleh pny TV di kmr aja pas kelas 3 SMA,huft
    tp jd bersyukur skrg krn emg didikan ortu yg disiplin itu penting bgt

    agak OOT
    tmn kantor sy br aja berduka krn anaknya umur 14taun meninggal krn kecelakaan
    dan tyt krn maenan hp pas nyetir motor boncengan sm temannya
    ga pny SIM,g pke helm,di bwh umur 😦
    itu jg mgkn ortunya tlalu sayang,jd dikasi motor dan hp tanpa batasan
    *sedih*

    • Ih itu sih mendingan. Gue baru dikasih TV di kamar pas udah kerja. Hehehe.. Iya Mak, rata-rata ortu masa kini nunjukin kasih sayang via gadget atau barang2 canggih. Padahal anak gak harus dikasih itu, dikasih apapun bahkan yang murah pun, pasti seneng *self note*

      Ah sedih baca tentang anak temen kantornya, Mbak. Kasian ya 😦

  6. Ih jadi inget, guru SMP gue juga ada yang cabul. Suka sok-sok nyentuh siswinya, trus rada grepe dikit. Sebel banget deh kalo keinget. Pengen gue santet tuh orang-orang!

    *yes, there are more than 1 bad teacher back then :(*

    Makanya gue ngerti banget perasaanlo Jeng. Hikss.. 😦

    • Yuu..makanya nanti pada saatnya punya anak, gamau deh anak terkontaminasi dini istilah-istilah ‘kotor’ pun. Tapi berkaca dari pengalaman, ga akan ada gunanya ngejaga si anak selama pergaulannya (sekolah, sepermainan) ngga kejaga. Berarti peernya, buat semua ortu ga boleh cuek sm anak2nya nih ya. Termasuk semoga nda ada lagi oknum2 guru yang seperti di atas ya.. 😀

      • Bener bangeett.. Kita kudu kenal sama teman dan lingkungan anak supaya aware gitu. Including guru2 spy anak kita gak nemu guru2 najong kayak di atas X_X

  7. hai Mbak Ira, mo berbagi keluh kesah boleh ya, anakku laki2 sekarang kelas 2 SD di sebuah SD Negeri RSBI Jakarta Selatan. Waktu pertemuan rutin orang tua murid, guru dan kepsek, ada salah seorang orang tua murid perempuan yang melaporkan kalau rok anaknya sering di buka/angkat oleh teman laki2 sekelasnya. Kejadian itu waktu anak saya dan si murid perempuan baru kelas 1. Dan sekarang di kelas 2 ini laporannya adalah beberapa anak2 sering menyumpah dengan kata k*nt*l.
    Saya terus terang sudah kewalahan mendidik/memberi teladan pada anak saya dan menasihatinya berbusa-busa kalau yang diikuti anak saya adalah teman2 sekolahnya yang berperilaku “aneh2” itu, karena dia menganggap teman2nya itu keren!
    Seperti orang tua si murid perempuan yang akhirnya mencari solusi sendiri dengan memakaikan anaknya celana pendek di balik roknya, saya mencari solusi dengan memindahkan anak saya ke sekolah lain.

    • Ya ampuunnn.. Koq begitu ya Mbak? Maksudku, murid2 SD RSBI harusnya kan dari kalangan tertentu ya karena biayanya kayak SD swasta/lebih mahal dr SDN biasa, bukan? Lah pergaulannya koq *maaf* kampungan gitu 😦

      Waktu pertemuan guru dan ortu, para ortu yang mengeluh nggak nyebut anak-anak mana aja yang jadi oknum pelakunya, Mbak? Maksudku, supaya para ortu anak-anak tersebut sadar dan bisa mendidik anak-anak mereka jadi lebih santun. Kayak pas anak sakit deh. Kudunya dikarantina dulu sampai sembuh karena berpotensi menulari teman-teman mereka. Di kasus ini, harusnya anak-anak yang suka buka rok+sumpah serapah itu juga “direhab” oleh ortu mereka sendiri. Dalam artian, ortu mereka memberitahu+mencontohkan apa yang benar dan salah. Apalagi di usia-usia segitu, teman adalah segalanya. Jadi wajar kalo sumpah serapah porno dianggap keren oleh peer group anak-anak ini 😦

      Makasih ya Mbak Wynna sharing-nya. Bikin ortu2 lain (termasuk aku) jadi lebih waspada. Semoga anak Mbak bisa menghilangkan pengaruh teman-teman lamanya itu ya 🙂

  8. susah jg yah

    disini sy sendiri setengah berkelahi dengan neneknya anak2 yang kecanduan tv, meskkpun beliau adalah seorang pendidik.. seandainya gw punya uang bejibun, mau da gw bayarin semua guru2 ikutan seminarnya bu eli risman

    meni susaaah banget menyampaikan kalo tv banyak ngga baiknya
    cape deh, ini malah mamahku marah2 krn aku nggak ngasih tv ke anakku, terus marah juga ketika aku menegor dia yang manteng tv terus buat anak2

    jadi pusing, mau sayang anak apa berbakti

    • Ya allah mba ira…aku cm bs istigfar dgn keadaan yg smakin canggih ini,canggih teknologinya,smakin canggih jg ujiannya.hiks.. Just share dulu thn 94an ada seorang anak perempuan SD yg msh lugu ‘anunya’ di grepe2 trus dikasih 500rupiah.dan anak itu ga th apa.apa.poor.lingkungannya di pemukiman padat,dekat dgn kntrakan supir2 bajaj,taxi yg istrinya d kampung…oia.utk mba diatas, masalah bingun berbakti org tua, Berbakti kpd hal kebaikan mba..tolak perintah ortu yg mengandung keburukan,tp tetep berperilaku sopan dan santun. TFS mba ira….

      • Sama-sama Mbak 🙂

        Iya, zaman semakin canggih, tantangannya pun semakin berat. Mudah2an kita dikasih lebih banyak power untuk menghadapi itu semua ya 🙂

    • I understand your feeling Mak karena kalo siang anak gue suka main ke rumah mertua yg TV-addict. Untung sih mertua gue masih bisa dikasitau dikit lah.

      Apakah dirimu masih tinggal sama ortu emang? Kalo iya, emang berat sih ya. Their house, their rules. Been there done that lah, gue 3 tahun nebeng bok 😀 Coba kasih pengertian baik2, kasih artikel2 ttg bahaya TV untuk anak2. Mudah2an pikiran ibu lama2 terbuka yaa.. *hugs*

  9. Mbak Ira, ijin share di blog aku ya.
    Aku sedih banget bacanya, sempet diem dan mikir gak tau mau ngapain.
    Tapi at least semua orang harus aware terhadap masalah penting kayak gini…

    TFS mbak

  10. Dear ira, thank you for sharing ya. Gue juga sempet liat video kenduri umbar aurat itu, astagfirullah. Dan dewasa2 nya diem aja, kaya menganggao hal itu adalah lumrah. At the end emang jadi tantangan buat kita gimana utk selalu catch up sama teknologi dan lingkungan spy bisa menyikapi dan memfilter yg baik baik aja (amin) utk anak kta. Mudah2an kta selalu diberi kekuatan dan kemudahan dlm mengantar anak2 ya. Again, glad ive read your post, thank you.

    • Ah dirimu liat jg ya video itu? Nggilani bgt ya. Bikin miris 😦

      You’re welcome dear. Hopefully we always have the strength and power to raise our children well ya 🙂

  11. Astagfirullah, stres bacanya… :((
    Thanks Ira sharingnya. Thx jg Wynna sharingnya, hari ini aku mau daftarin anakku di sd RSBI itu, batal aja deh. Mungkin ini petunjuk dari Allah pagi2 nyasar ke link blog ini…
    Ijin share ya ra…

  12. Mbak ira, ijin follow twitternya dong… Aq dah lama follow,tp lum di approve 😦 aq kan silent readerm…maaf jrang komen,di hp jadul suseh.. @eriz_kbm

  13. sekedar share, saya dulu pas TK pernah dilecehkan oleh saudara sepupu saya. dicium, diraba, dan disentuh alat vital saya. kejadian itu mungkin hanya berlangsung 10 menit, tapi membekas sampai sekarang saya berusia 27 tahun. tiap detilnya, rasa jijiknya, bahkan sampai dua tahun kemarin (waktu saya belum punya anak), saya masih dendam pada ybs dan mengharapkan yang jelek2 terjadi padanya.
    see? 10 menit, tidak sampai terjadi “pen*tr*si*, dan terjadi ketika saya 5 tahun, tapi efeknya luar biasa.

  14. salam kenal ira…pertama gue berkunjung ke blog ini karna si ‘wake up call’ trus akhirnya jadi nyandu, jiyee…terimakasih buat sharingnya…haduuhh sejak si ‘wake upa call’ gue semakin menjadi ibu ibu parno…tapi baca postingan yg ini, gue akan berusaha menjadi ibu ibu parno yang menahan emosi dan mencoba berpikir logis…*halaahhh meni meni dah yaa…* pokonya seneng banget bisa ketemu blog seperti ini…dan mauuu dong aku follow twitter nya… 🙂

    • Hahaha.. Nyandu bahasanya. Kayak mecin aja, bikin nagih :p

      Iya Sil, gue juga berusaha bgt jd ibu yg logis meski parno. Kalo ngikutin perasaan mah, anak gue kekepin di dalam rumah aja deh 🙂

  15. salam kenal mba… serem bgt ceritanya. semoga ga pernah kejadian lg yg kaya gini. TFS …, izin share yg ini dan yg wake up call ya

  16. tks for share ya Mbak, kasus seperti ini sudah banyak terjadi di sekitar kita, mengerikan sekali, ijin share linknya di blog ku ya Mbak. tq

  17. Pingback: Pelecehan seks. Ketika anak yang menjadi pelaku « -ndutyke-

  18. Dear Ira, salam kenal. Kmrn smpt reply twitnya.
    Izin share link postingan ini ya :). Semoga semua org tua tambah aware. Thank U so much atas sharingannya nih..

  19. Pingback: Wake Up Call for All Parents « vokoes

  20. Mbak Ira,
    Daku belum punya anak, punya adik cowok SD dan khawatir sangat-sangat. Aku beneran meski ngobrol banyak ini sama si bontot.
    Makasih yaa tulisannya, keren.

  21. Pingback: Being a Parents » KaKira

Leave a comment