Father’s Love

Beberapa hari lalu gue ngobrol sama teman kantor, seorang editor sekaligus ayah satu putra. Intinya, kita berdua sama-sama mengeluhkan kemacetan Jakarta yang gila-gilaan benget lah. Temen gue ini, sebut aja namanya Anto, rumahnya di Depok ujung. Sementara kantor kita di daerah perbatasan Jaksel-Jakpus gitu. Pernah suatu hari, gara-gara jalanan yang macet tak berujung, Anto harus berada di jalan lebih dari 5 jam.

Hal utama yang dikeluhkan Anto adalah kurangnya waktu dia bersama anak semata wayangnya. “Untung tiap pagi anak gue bangun jam 5.30, Ra. Dan tiap pagi pula, gue yang memandikan dan memakaikan dia baju. Gue udah wanti-wanti ke bini dan ART di rumah, itu adalah bagian gue, nggak boleh digantikan orang lain. Buat gue, memandikan dan memakaikan anak baju adalah kesempatan untuk bisa dekat dengan anak gue,” katanya.

Terus terang, gue terhura lho denger confession si Anto ini. Soale dari luar, si Anto  ini bukan tipe yang kebapakan banget. Malah sebaliknya *hehehe.. Piss To :D*

Tapi terus gue jadi inget hubby dan kisahnya Gemma soal bapake Yardan. Dua-duanya sama-sama cinta anak dan would do anything for their children.

Padahal, dulu gue sering curiga kalo hubby itu adalah pria yang nggak suka anak kecil. Pas zaman pedekate dan pacaran dia nggak nunjukin tanda-tanda penyayang anak kecil. Jadi gue waktu itu cuma mikir “Yah payah nih dapet suami yang nggak demen anak-anak. Kudu dipaksa supaya mau berbagi dalam ngurus anak kayaknya.”

Boy I was so wrong. Waktu Nadira baru lahir hubby nemenin gue terus, sampe teler karena tiap kontraksi, perutnya gue tonjokin dan tangannya gue remes kenceng-kenceng 😀 Trus setelah proses IMD dan azan, dia langsung menyanyikan lagu-lagu rock favoritnya  di kuping Nadira. Aneh bener yak -__-

 

*yah itu bekas kerokan di leher banyak emet*

Trus, karena gue keukeuh ASI, tiap ada yang tanya “Lo begadang dong Pras buat bikinin susu?”. Dia cuma jawab “Ah Ira-nya kasih ASI. Jadi gue nggak usah repot-repot bikinin susu tengah malem.” Minta digaplok ya statement doi? Sok-sok kasih pencitraan kalo dia tipe bapak zaman dulu yang nggak care sama anak bener.

Untung praktiknya nggak gitu. (Lagian awas aja kalo beneran gitu, taring gue bisa keluar semua kali :P) Pas baru-baru lahir, Nadira kan mengalami jam tidur terbalik tuh. Sore tidur, baru melek tengah malem. Kalo gue udah teler, hubby gantian gendong dan meninabobokan Nadira sampe tidur. Pilihan lagunya pun aneh-aneh. Rata-rata lagu wajib kayak Gugur Bunga, Indonesia Raya, Syukur, etc, plus, tentu aja lagu-lagu band rock kaporitnya tadi. Trus, liriknya suka diganti sesuka-suka dia. Biasanya sih dimasukkin kata-kata pujaan kepada Nadira. Contohnya gini:

Nadira yang kucinta/ Pujaan hatiku..

*dinyanyikan dengan nada lagu Desaku*

Lebay bener yak? *rolling eyes*

Trus kalo gue tugas ke luar kota/negeri, atau pas dia cuti Lebaran sementara gue ngantor, Nadira diurus full sama hubby. Sekarang pun, dia sering sok ‘me time’ berdua Nadira, entah ke bengkel atau keliling naik mobil.

Tapi, sekeras apapun usaha hubby untuk melengketkan diri ke Nadira, tetep sampe segede sekarang, bocahnya nemplok ke gue mulu. He always becomes Nadira’s second option whenever I’m around. Kalo ada MIL, nyokap dan ipar gue, posisi hubby tambah turun lagi deh, di nomor kesekian. Pas gue ke luar kota, negeri atau kerja, baru deh Nadira lengket sama bapake.

Kasian juga sih liatnya. Tapi seringnya gue sebel juga. Gimana nggak? Gue mau ngapa-ngapain repot karena digelendotin bocah. Mau masak, mau bikin kue, bahkan mau ke toilet pun masih aja digelendotin. Kadang pas gue di toilet, Nadira diri di luar gedor-gedor pintu sambil teriak manggil-manggil gue. Gimana bisa aman sejahtera urusan ‘ke belakang’ eikeh kalo begitu caranya?

Dan dia selalu bilang “Mau sekeras apapun usahaku,  saat ini adalah waktunya kamu. It’s not my time yet.” Gue tetep akan menggerutu dan ngedumel kalo he’s not trying that hard to get close to Nadira, endebre, endebre.

Rupanya, meski keliatan cuek dan “menikmati” saat-saat dia bisa BB-an sementara Nadira grecokin gue, hubby jealous juga bok. Dia pun belakangan berusaha lebih keras supaya Nadira mau lengket sama dia. Apalagi, sekarang ini, karena lokasi kantornya yang lebih jauh dari rumah kami, dia sering mengeluhkan minimnya waktu yang ia miliki untuk bisa bersama Nadira. Malam paling bisa ketemu 2-3 jam sebelum Nadira tidur. Pagi juga begitu, maksimal ketemu 30 menit, itupun kondisi Nadira masih teler. Dan seperti diketahui, buat anak itu nggak ada yang namanya quality time. What they need is more time, period.

“Kamu sih enak, meski kamu sering ke luar negeri atau ke luar kota, Nadira akan tetep nyari kamu, because you’re her mom. Yang mengandung dia selama 9 bulan dan menyusui, jadi ikatan batinnya kuat. Nah kalo aku? Kalo aku nggak berusaha deket, bakal susah. Liat aja sekarang. Meskipun aku berusaha deket pun, dia tetep susah aku ‘pegang’. Gimana kalo aku jarang ketemu dia? Makanya aku nggak mau kehilangan momen ini,” begitu kata hubby.

Hooo.. Segala praduga bersalah gue soal hubby pun langsung hilang (yah masih suka ada sih sesekali, hehehe..). Bahkan, sekarang ini, dia lagi pusing memikirkan alternatif cara supaya bisa deket sama Nadira, sambil tetep bisa bekerja.

Just like I wrote here, anak memang seharusnya mampu mengubah seseorang menjadi lebih baik. Apalagi zaman sekarang kan para bapak udah mulai melek dan paham kalo tugas mereka nggak cuma cari duit thok. Mereka juga punya tugas untuk mendidik dan memberi contoh ke anak-anaknya.

Jadi tugas mendidik ini nggak lagi dimonopoli oleh kaum ibu. Dan gue yakin banget, this fatherhood thingies that my husband feel also happen to other men, who already becomes a father or a father-to-be.

Mudah-mudahan ah, amin! 🙂

Any fool can be a Father, but it takes a real man to be a Daddy!!~ Philip Whitmore Sr

A father is always making his baby into a little woman. And when she is a woman he turns her back again.~ Enid Bagnold

You, fathers, will understand. You have a little girl. She looks up to you. You’re her oracle. You’re her hero. And then the day comes when she gets her first permanent wave and goes to her first real party, and from that day on, you’re in a constant state of panic.~ Stanley T. Banks in the Father of the Bride

Btw, gue jadi inget ada lagu yang cucok banget sama postingan ini. Dari mantan pacar sayah *uhuk* Kang John Mayer *lopelope*